
“HMI Badko Sulut-Go Soroti Tambang Ilegal dan Kerusakan Hutan di Gorontalo dalam Forum Nasional”
Jakarta, 13 Juni 2025 — Ketua Bidang Infokom Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi Sulawesi Utara-Gorontalo, Abd Ziad Arafah, menyoroti persoalan kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang ilegal yang marak terjadi di Provinsi Gorontalo. Hal ini disampaikan dalam Forum GUNTUR (Gerakan Untuk Rakyat) yang diselenggarakan oleh PB HMI di Jakarta.
Forum yang mengusung tema “Dinamika dan Dialektika Nasional: Jalan Panjang Penegakan Hukum dan Reformasi Tata Kelola Pertambangan Nasional” ini turut menghadirkan Ketua Komisi XII DPR-RI, Bambang Patijaya, serta Ketua Bidang KUMHANKAM PB HMI, Rifyan Ridwan Saleh selaku penyelenggara kegiatan.
Dalam forum tersebut, Abd Ziad Arafah membeberkan fakta-fakta mencengangkan terkait kerusakan lingkungan di Provinsi Gorontalo, khususnya di Kabupaten Pohuwato, Boalemo, dan Gorontalo Utara. Ia menyinggung insiden terbaru yang viral, yakni perdebatan antara seorang penambang ilegal dengan Kapolres Boalemo, di mana penambang tersebut secara terbuka mengklaim memiliki bekingan dari oknum aparat penegak hukum di Polda Gorontalo.
“Pernyataan ini bukan hanya menunjukkan arogansi pelaku, tetapi juga mempertegas lemahnya integritas dan fungsi pengawasan oleh aparat serta lemahnya ketegasan dari pemerintah daerah,” ujar Ziad.
Tambang Ilegal dan Kebuntuan Penegakan Hukum
Tambang ilegal di Gorontalo, kata Ziad, telah berlangsung cukup lama dan merambah ke banyak kecamatan, termasuk Kecamatan Dengilo di Kabupaten Pohuwato. Sayangnya, keterlibatan oknum penegak hukum dan lambannya respons DPRD setempat, khususnya di Pohuwato, memperparah situasi. Kritik juga diarahkan kepada wakil rakyat daerah yang dinilai abai terhadap kondisi kerusakan lingkungan di wilayah mereka.
“Kerusakan lingkungan ini bukan hanya soal tambang ilegal, tetapi juga menyangkut praktik pembiaran yang sistematis dan pembungkaman suara masyarakat yang mengkritisi,” lanjutnya.
Hutan Alam Terus Menyusut
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Abd Ziad, luas hutan alam tersisa di Provinsi Gorontalo kini hanya sekitar 693.795 hektare. Ironisnya, dalam rentang waktu 2017 hingga 2023, telah terjadi pengalihan fungsi hutan seluas 35.770 hektare. Selain itu, terdapat 10 izin konsesi hutan dengan total luas 282.100 hektare yang diproyeksikan untuk pembangunan proyek bioenergi.
Proyek ini mencakup enam izin baru yang dialokasikan untuk Hutan Tanaman Energi (HTE), dengan luas sekitar 180.000 hektare, yang tersebar di Kabupaten Pohuwato, Boalemo, dan Gorontalo Utara.
Izin tersebut dikeluarkan untuk perusahaan berikut:
- PT Hutani Cipta (7.800 Ha)
- PT Keia Lestari Indonesia 1 (41.000 Ha)
- PT Lumintu Ageng Joyo (38.000 Ha)
- PT Lestari Indonesia 2 (43.000 Ha)
- PT Nawa Waskita Utama (41.000 Ha)
- PT Sorbu Agro Energi (9.800 Ha)
Keenam izin tersebut rencananya akan mengkapling areal bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) yang masa berlakunya telah habis.
Seruan Aksi Nasional
Abd Ziad menyerukan agar pemerintah pusat, khususnya Komisi XII DPR-RI, segera turun tangan menyelidiki praktik-praktik perizinan dan aktivitas pertambangan di Gorontalo. Ia menekankan pentingnya reformasi tata kelola kehutanan dan pertambangan yang transparan, berkeadilan, dan berbasis pada keberlanjutan lingkungan hidup.
“Kerusakan hutan di Gorontalo adalah bencana ekologis yang sedang berlangsung secara diam-diam. Ini bukan isu lokal semata, tetapi bagian dari kegagalan nasional dalam menjaga sumber daya alam,” pungkasnya.
HMI Badko Sulut-Go berharap, melalui forum nasional ini, pemerintah pusat dapat memberi perhatian lebih terhadap kondisi lingkungan di Provinsi Gorontalo dan mendorong penegakan hukum yang adil serta perlindungan terhadap masyarakat dari eksploitasi sumber daya secara ilegal dan masif.
Baca juga berita lainya di Pohalaa.com – Dalam Satu Ikatan Kekeluargaan