
May Day! KMHDI Desak Pemerintah Tinjau Omnibuslaw Ciptaker dan Permendag 8 Tahun 2024
Memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day 2025, Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) menyuarakan keprihatinan atas kondisi ketenagakerjaan dan perlindungan industri dalam negeri yang dinilai semakin terancam. Dalam pernyataan resminya, PP KMHDI secara tegas mendesak pemerintah untuk meninjau ulang dua regulasi penting, yakni Omnibuslaw Undang-Undang Cipta Kerja dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pengaturan Kebijakan Impor.
Ketua Umum PP KMHDI, I Wayan Darmawan, mengatakan bahwa kedua regulasi tersebut memiliki dampak serius terhadap kesejahteraan buruh dan keberlangsungan industri lokal. Dalam konteks Omnibuslaw Cipta Kerja, Darmawan menilai bahwa peraturan ini justru telah memudahkan proses pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan.
“Dalam rezim Cipta Kerja, pemutusan hubungan kerja dapat dilakukan perusahaan tanpa melalui proses perundingan yang memadai sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan sebelumnya,” ujar Darmawan dalam keterangannya.
Menurutnya, kondisi tersebut sangat merugikan pekerja, karena membuka celah bagi perusahaan untuk melakukan PHK sepihak tanpa pertanggungjawaban sosial yang seimbang. KMHDI menilai, pelindungan hukum bagi buruh kini jauh berkurang, dan hal ini semakin menciptakan ketidakpastian dalam dunia kerja.
Lebih jauh, Darmawan mengungkapkan bahwa ketentuan baru dalam Omnibuslaw juga menciptakan kondisi kerja yang tidak stabil. Salah satu yang paling disorot adalah penghapusan batas maksimal durasi kontrak kerja. Dalam peraturan lama, Kontrak Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya boleh dilakukan selama maksimal dua tahun dan dapat diperpanjang sekali selama satu tahun. Namun kini, tidak ada lagi batasan tersebut.
“Ini membuka ruang bagi perusahaan untuk terus memperpanjang kontrak kerja seorang buruh tanpa batas waktu. Akibatnya, para buruh tidak pernah mendapat kepastian untuk diangkat menjadi pekerja tetap, dan kondisi ini menurunkan kualitas hidup serta perlindungan mereka,” jelasnya.
Dalam konteks peraturan impor, KMHDI juga memberikan perhatian serius terhadap dampak negatif yang ditimbulkan oleh pemberlakuan Permendag No. 8 Tahun 2024. Darmawan menyebutkan bahwa kebijakan ini secara signifikan melemahkan daya saing industri dalam negeri karena penghapusan syarat pertimbangan teknis (pertek) untuk impor barang, termasuk komoditas pakaian jadi dan alas kaki.
Sebelumnya, syarat pertek berfungsi sebagai filter untuk memastikan bahwa barang impor tidak masuk secara sembarangan dan tidak merusak ekosistem pasar domestik. Namun, dengan dihapuskannya syarat tersebut, produk-produk asing kini lebih mudah membanjiri pasar Indonesia tanpa kendali.
“Produk impor, terutama pakaian dan sepatu, kini dengan mudah masuk ke pasar dalam negeri dan bersaing tidak sehat dengan produk lokal. Industri dalam negeri, khususnya sektor UMKM dan manufaktur kecil, jelas sangat tertekan karena kalah bersaing dari sisi harga dan volume,” terang Darmawan.
KMHDI memperingatkan bahwa apabila kondisi ini terus dibiarkan, maka bukan hanya industri lokal yang akan kolaps, tetapi juga akan memicu gelombang PHK massal di berbagai sektor.
“Industri yang tidak mampu bertahan akibat banjirnya barang impor akan melakukan efisiensi, dan jalan tercepat yang biasanya diambil adalah merumahkan pekerja,” tambahnya.
Melalui momentum Hari Buruh Internasional ini, KMHDI menyampaikan seruan kepada pemerintah untuk tidak mengabaikan suara buruh, mahasiswa, dan masyarakat sipil lainnya. Organisasi mahasiswa Hindu terbesar di Indonesia ini menegaskan bahwa pembangunan ekonomi tidak boleh mengorbankan keadilan sosial dan kelangsungan hidup para pekerja.
“Negara tidak boleh hanya berpihak pada investor dan pasar global. Kepentingan nasional, khususnya perlindungan buruh dan industri dalam negeri, harus menjadi prioritas utama,” tegas Darmawan.
KMHDI menyerukan agar pemerintah segera meninjau kembali Omnibuslaw Cipta Kerja dengan melibatkan serikat buruh dan organisasi masyarakat sipil secara aktif dalam proses revisi. Selain itu, Permendag 8/2024 harus dievaluasi ulang dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap UMKM dan industri dalam negeri yang kini menjadi tumpuan ekonomi nasional.
“Kami berharap pemerintah lebih peka terhadap dampak jangka panjang dari regulasi-regulasi ini. Jangan sampai kita kehilangan kekuatan industri sendiri hanya demi melayani kepentingan perdagangan bebas yang tidak berpihak pada rakyat kecil,” tutup Darmawan.
Dengan seruan ini, KMHDI berharap Hari Buruh 2025 bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momentum evaluasi dan pembenahan terhadap kebijakan negara yang berdampak langsung pada jutaan buruh dan pelaku industri nasional.
Lihat berita lainnya di : Pohalaa.com