
Aktivisme di Era Digital, Sekjen KMHDI: Dari Jalanan ke Ruang Digital
Pergeseran bentuk aktivisme di era digital menjadi sorotan utama dalam Bincang Cendekia bertajuk “Aktivisme dan Transformasi Pertahanan Keamanan di Era Digital” yang digelar Kamis, (9/10/2025).
Sekretaris Jenderal PP KMHDI, Teddy Chrisprimanata Putra, dalam paparanya, menjelaskan bahwa ruang perjuangan aktivis kini telah bergeser dari jalanan dan ruang publik fisik menuju arena digital.
Platform digital, kata Teddy, telah menjadi medan baru pertarungan wacana, kepentingan, dan legitimasi sosial-politik.
“Kalau dulu aktivisme identik dengan turun ke jalan, membawa spanduk dan berorasi di ruang publik, kini perjuangan juga terjadi di balik layar — di media sosial, forum daring, hingga algoritma yang mengatur arus informasi,” ujarnya.
Meski demikian, Teddy menilai represi terhadap aktivis tetap terjadi, hanya saja bentuknya kini bergeser ke dunia digital. Ia menyebut, praktik pengawasan, sensor, manipulasi, dan kontrol menjadi wajah baru represi di ruang siber.
Untuk itu, Teddy menekankan pentingnya kesiapan dan literasi keamanan digital bagi para aktivis. Ia memaparkan empat strategi yang perlu dimiliki aktivis digital guna menghadapi represi di ruang internet.
Pertama, menumbuhkan kesadaran keamanan digital, yaitu kemampuan melindungi privasi dan data pribadi dari intervensi pemerintah maupun pihak lain. Kedua, mengadaptasi taktik komunikasi dengan memanfaatkan platform terenkripsi, virtual private network (VPN), serta teknik anonimitas.
“Ketiga, mengembangkan alternatif digital, yakni menciptakan dan menggunakan platform yang tahan terhadap kontrol otoritas. Dan keempat, membangun solidaritas digital sebagai kekuatan kolektif di ruang maya,” jelasnya.
Teddy menambahkan, semakin keras represi yang dilakukan terhadap aktivis, semakin kreatif pula bentuk perlawanan yang muncul. Fenomena ini, katanya, terlihat dari penggunaan meme, satire politik, hingga aksi solidaritas digital yang efektif menggugah kesadaran publik.
Meskipun demikian, Teddy menegaskan bahwa aktivis digital memiliki peran strategis sebagai arsitek ketahanan demokrasi di ruang siber.
Mereka, lanjutnya, bukan hanya objek perlindungan, melainkan juga aktor penting dalam menjaga kebebasan berekspresi, melawan disinformasi, dan mengawasi kekuasaan.
“Ke depan, aktivisme digital bukan sekadar soal bertahan dari represi, tetapi bagaimana membangun demokrasi yang tangguh di ruang siber,” tegasnya.
Baca Berita Lainnya di Pohalaa.com