Setahun Tanpa Tindakan, PB HMI Minta Kapolri Untuk Evaluasi Kinerja Kapolda Metro terkait Kasus Firli Bahuri Sejak Tahun 2023

Jakarta, 3 November 2024 — Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) melalui Ketua Bidang Hukum, Pertahanan, dan Keamanan, Rifyan Ridwan Saleh, mendesak Kapolri untuk segera mengevaluasi kinerja Kapolda Metro Jaya. Hal ini terkait dengan lambatnya proses hukum terhadap mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri, yang sudah setahun ditetapkan sebagai tersangka, namun belum juga ditahan. Rifyan menilai bahwa kasus ini telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat dan merusak kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum, khususnya Polri, Kejaksaan, dan KPK.

Menurut Rifyan, keterlambatan dalam menangani kasus Firli Bahuri menunjukkan adanya masalah serius di institusi penegak hukum. “Firli Bahuri harus segera ditahan. Kebebasannya saat ini telah merusak marwah konstitusi dan lembaga penegak hukum kita. Bukan hanya KPK yang dianggap gagal oleh publik, Polri dan Kejaksaan pun semakin dicurigai dan dicap gagal. Padahal, Firli Bahuri telah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo,” tegasnya.

Rifyan khawatir bahwa penundaan penahanan terhadap Firli Bahuri bisa memberikan kesempatan bagi yang bersangkutan untuk menghilangkan barang bukti atau bahkan melarikan diri. Ia mendesak agar Kapolri turun tangan dalam kasus ini, mengingat Firli Bahuri adalah seorang purnawirawan bintang tiga yang mungkin memiliki relasi kuasa yang dapat mengganggu proses hukum.

“Pekerjaan rumah kepolisian bukan hanya soal menahan Firli Bahuri, tetapi juga membongkar siapa saja yang terlibat dalam kasus ini. Saya khawatir ada pihak-pihak lain, termasuk unsur komisioner KPK, yang mungkin terlibat dalam praktik pemerasan, gratifikasi, dan penyuapan. Oleh karena itu, Kapolri harus turun tangan untuk memastikan bahwa kasus ini ditangani secara serius,” ujar Rifyan.

Dalam pernyataannya, Rifyan juga mengkritik apa yang ia anggap sebagai saling lempar tanggung jawab antara Polri dan Kejaksaan. Ia menilai bahwa kedua institusi ini seharusnya bekerja sama dalam menangani kasus-kasus pidana khusus yang berdampak besar terhadap masyarakat, termasuk kasus Firli Bahuri. Saling lempar tanggung jawab ini, menurutnya, hanya memperlihatkan lemahnya koordinasi antara lembaga penegak hukum.

“Jika kepolisian lambat, sementara Kejaksaan menunggu, kepada siapa lagi masyarakat bisa berharap agar orang-orang seperti Firli Bahuri dapat ditindak dengan tegas? Ini bukan hanya soal satu individu, tapi pertaruhan atas integritas konstitusi dan institusi penegakan hukum kita. Kapolri juga harus mengevaluasi anggota Polri yang lambat bekerja, sehingga penanganan kasus yang melibatkan pejabat tinggi seperti ini bisa dilakukan secara objektif dan adil,” tambahnya.

Kasus ini bermula pada November 2023, ketika Polda Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi yang melibatkan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Dalam persidangan, Syahrul mengaku telah memberikan uang sebesar Rp1,3 miliar kepada Firli Bahuri, dengan dalih sebagai tanda persahabatan. Ia bahkan mengungkapkan bahwa pertemuan dengan Firli terjadi di GOR Tangki, Tamansari, Jakarta Barat, saat Firli sedang bermain bulutangkis. Meskipun pihak Firli mengklaim bahwa pemberian uang itu hanya sebagai bentuk persahabatan, namun publik menilai hal tersebut sebagai sebuah pelanggaran etika yang mencoreng citra lembaga antirasuah.

Dari pernyataan Rifyan, terlihat jelas bahwa HMI sangat prihatin dengan kondisi lembaga penegakan hukum saat ini. Lambatnya penanganan kasus yang melibatkan pejabat tinggi seperti Firli Bahuri menurutnya telah merusak kepercayaan publik terhadap institusi-institusi tersebut. HMI, sebagai organisasi mahasiswa, merasa perlu bersuara lantang dalam menyoroti kasus ini agar penegakan hukum di Indonesia tidak mengalami degradasi.

Desakan dari PB HMI ini bukan tanpa alasan. Masyarakat telah lama merasakan kekecewaan terhadap lembaga-lembaga penegak hukum yang dianggap lamban dan tidak tegas dalam menindak pejabat yang terlibat dalam kasus korupsi atau pelanggaran hukum lainnya. Kepercayaan publik, terutama terhadap KPK, Polri, dan Kejaksaan, mengalami penurunan tajam akibat berbagai kasus yang melibatkan pejabat tinggi namun penanganannya terkesan lambat dan tidak transparan.

Rifyan berharap agar Kapolri segera mengambil langkah tegas dalam menangani kasus ini dan mengevaluasi kinerja bawahannya, terutama Kapolda Metro Jaya yang dinilai lamban dalam menangani kasus Firli Bahuri. Menurutnya, hanya dengan tindakan nyata dan transparansi proses hukum, kepercayaan publik terhadap lembaga penegak hukum dapat kembali pulih.

“Harapan kami adalah agar kasus ini menjadi momentum bagi Kapolri untuk menunjukkan bahwa hukum tidak pandang bulu. Siapapun yang bersalah, terlebih jika ia adalah seorang pejabat tinggi, harus diproses secara adil dan transparan demi menjaga marwah konstitusi dan institusi penegak hukum kita,” tutup Rifyan.

Desakan PB HMI ini diharapkan dapat menjadi perhatian bagi Kapolri dan institusi penegak hukum lainnya. Kejelasan dan ketegasan dalam penanganan kasus Firli Bahuri dianggap sebagai langkah penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga penegak hukum di Indonesia.

Baca berita lainnya di: pohalaa.com